Hello Historian......
Kepolisian Negara modern kolonial dibentuk di awal dekade tahun 1900 an , akibat ketakutan pihak pemerintah Belanda terkait mulai bangkitnya kesadaran penduduk pribumi akan rasa nasionalisme yaitu dengan terbentuknya berbagai macam organisasi pelajar atau mahasiswa di Indonesia.
Pada tahun 1911 diadakan reorganisasi kepolisian di beberapa kota besar seperti Batavia, Semarang dan Surabaya. Tujuannya adalah membuat struktur komando dan kepangkatan yang sistematis .
Dalam perkembangannya sebelumnya, korps polisi masa kolonial memiliki sejarah yang panjang dan menarik dalam hal perekrutan misalnya anggota korps gewapende politie (polisi bersenjata) tahun 1890-an berdasarkan pada ras, agama dan asal-usul. Di mata pemerintah, orang-orang Ambon dan Menado adalah orang yang tepat dibandingkan suku lain. anggota polisi ini memiliki citra negatif di mata rakyat karena kerap melakukan teror dan tindakan represif terhadap penduduk.
Ada 2 kisah menarik terkait dengan tugas polisi seperti yang diilustrasikan Bloembergen dalam bukunya " De Geschiedenis van de politie in Nederlands-Indiƫ: Uit zorg en angst ( Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari Kepedulian dan Ketakutan ).
Kisahnya terjadi di Surabaya 25 Juni 1916. saat itu terjadi demonstrasi besar-besaran Sarekat Islam (SI) di Stadtuin ( Kebon Rojo ). Polisi bertindak beberapa hari sebelum demonstrasi, asisten wedana Kranang berdasarkan wewenang dari asisten residen Surabaya yang takut akan terjadi kerusuhan, meminta pada pengikut demonstrasi tidak menggunakan tjapil tjekoetoek (caping bambu) selama demonstrasi. Namun, Soehardjo ketua SI afdeling Surabaya bersikeras bahwa para pengikut demonstrasi itu datang langsung dari tempat kerjanya dan ia menjamin tidak akan rusuh .
Kisah lain adalah keributan antara polisi (dalam hal ini polisi lalu lintas) dengan prajurit di Surabaya pada bulan Oktober 1919. Masalah berawal pada Sabtu malam, 13 Oktober 1919. Ketika dua puluh prajurit meninggalkan rumah judi Tionghoa di sebuah pasar malam, mereka ’bersenggolan’ dengan polisi lalu lintas . Para anggota polisi itu terdiri dari seorang hoofdagent (bintara) Eropa dan empat agent Jawa. Kemungkinan para polisi itu tidak hanya mengawasi lalu lintas tapi juga keramaian tersebut. Namun, penyebab perselisihan mereka tidak jelas. Bisa saja karena persaingan antara polisi dan tentara. Buntut peristiwa itu mereka pun saling serang. Peristiwa keributan antara polisi dan tentara ini kerap terjadi tidak hanya di Surabaya, di kota lain seperti Batavia dan Semarang .
Sumber : sari buku Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari Kepedulian dan Ketakutan - Buku Kompas dan KITLV-Jakarta
Mhs
Dalam perkembangannya sebelumnya, korps polisi masa kolonial memiliki sejarah yang panjang dan menarik dalam hal perekrutan misalnya anggota korps gewapende politie (polisi bersenjata) tahun 1890-an berdasarkan pada ras, agama dan asal-usul. Di mata pemerintah, orang-orang Ambon dan Menado adalah orang yang tepat dibandingkan suku lain. anggota polisi ini memiliki citra negatif di mata rakyat karena kerap melakukan teror dan tindakan represif terhadap penduduk.
Ada 2 kisah menarik terkait dengan tugas polisi seperti yang diilustrasikan Bloembergen dalam bukunya " De Geschiedenis van de politie in Nederlands-Indiƫ: Uit zorg en angst ( Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari Kepedulian dan Ketakutan ).
Kisahnya terjadi di Surabaya 25 Juni 1916. saat itu terjadi demonstrasi besar-besaran Sarekat Islam (SI) di Stadtuin ( Kebon Rojo ). Polisi bertindak beberapa hari sebelum demonstrasi, asisten wedana Kranang berdasarkan wewenang dari asisten residen Surabaya yang takut akan terjadi kerusuhan, meminta pada pengikut demonstrasi tidak menggunakan tjapil tjekoetoek (caping bambu) selama demonstrasi. Namun, Soehardjo ketua SI afdeling Surabaya bersikeras bahwa para pengikut demonstrasi itu datang langsung dari tempat kerjanya dan ia menjamin tidak akan rusuh .
Kisah lain adalah keributan antara polisi (dalam hal ini polisi lalu lintas) dengan prajurit di Surabaya pada bulan Oktober 1919. Masalah berawal pada Sabtu malam, 13 Oktober 1919. Ketika dua puluh prajurit meninggalkan rumah judi Tionghoa di sebuah pasar malam, mereka ’bersenggolan’ dengan polisi lalu lintas . Para anggota polisi itu terdiri dari seorang hoofdagent (bintara) Eropa dan empat agent Jawa. Kemungkinan para polisi itu tidak hanya mengawasi lalu lintas tapi juga keramaian tersebut. Namun, penyebab perselisihan mereka tidak jelas. Bisa saja karena persaingan antara polisi dan tentara. Buntut peristiwa itu mereka pun saling serang. Peristiwa keributan antara polisi dan tentara ini kerap terjadi tidak hanya di Surabaya, di kota lain seperti Batavia dan Semarang .
Sumber : sari buku Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari Kepedulian dan Ketakutan - Buku Kompas dan KITLV-Jakarta
Mhs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda tentang tulisan ini.....