Senin, 27 April 2015

Berbagai Versi Arti Kata JANCOK

Hello Historian......
Foto Surabaya Tempo Dulu.
Apa lagi yang bisa digali dari kata Jancuk? Wikipedia telah menulis seputar kata jancuk cukup informatif. Ada asal usul versi Arab, Jepang, Belanda dan lokal Plemahan. Fungsi, makna dan perubahannya nya juga disajikan berikut ragam versinya. Bagi kita yang haus akan cerita asal usul kata wikipedia cukup memuaskan rasa ingin tahu. Kata Jancuk ini bagi orang Surabaya menjadi semacam keharusan untuk diketahui.
Bagaimana versi Surabaya Tempo Dulu? Menurut Tjaraka dari keempat versi itu yang paling meyakinkan adalah versi lokal (tidak harus Pelemahan dan ada tapinya dibawah ini ...). Berikut kutipan dari Wikipedia edisi 26 April 2015:


Versi kedatangan Arab
Salah satu versi asal-mula kata “Jancuk” berasal dari kata Da’Suk. Da’ artinya “meninggalkanlah kamu”, dan assyu’a artinya “kejelekan”, digabung menjadi Da’Suk yang artinya “tinggalkanlah keburukan”. Kata tersebut diucapkan dalam logat Surabaya menjadi “Jancok”.
Versi penjajahan Belanda
Menurut Edi Samson, seorang anggota Cagar Budaya di Surabaya, istilah Jancok atau Dancok berasal dari bahasa Belanda “yantye ook” yang memiliki arti “kamu juga”. Istilah tersebut popular di kalangan Indo-Belanda sekitar tahun 1930-an. Istilah tersebut diplesetkan oleh para remaja Surabaya untuk mencemooh warga Belanda atau keturunan Belanda dan mengejanya menjadi “yanty ok” dan terdengar seperti “yantcook”. Sekarang, kata tersebut berubah menjadi “Jancok” atau “Dancok”.
Versi penjajahan Jepang
Kata "Jancok" berasal dari kata Sudanco berasal dari zaman romusha yang artinya “Ayo Cepat”. Karena kekesalan pemuda Surabaya pada saat itu, kata perintah tersebut diplesetkan menjadi “Dancok”.
Versi umpatan
Warga Kampung Palemahan di Surabaya memiliki sejarah oral bahwa kata “Jancok” merupakan akronim dari “Marijan ngencuk” (“Marijan berhubungan badan”). Kata encuk merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti “berhubungan badan”, terutama yang dilakukan di luar nikah. Versi lain menyebutkan bahwa kata “Jancuk” berasal dari kata kerja “diencuk”. Kata tersebut akhirnya berubah menjadi “Dancuk” dan terakhir berubah menjadi “Jancuk” atau “Jancok”.
Tapi...
Perhatikan dari semua penjelasan diatas pendekatan yang diambil hampir sama semua yaitu mencari modifikasi dari kata-kata asing yang mirip untuk digathuk-gathukan menjadi jancuk. Versi lokal sedikit berbeda namun juga berusaha mencocokkan jancuk dengan kemungkinan akronimnya. Kreatifitas yang patut dihargai dan STD ingin menambah satu alternatif yang lebih meyakinkan.
STD memiliki pendekatan lebih sederhana: lihat kata dasarnya dan kembali ke kamus, sumber otoritatif yang lebih handal. Jika kamus Daring UGM yang dikutip Wikipedia tidak memuaskan bagi orang Surabaya yang sudah tahu makna dan nuansa pemakaiannya: sialan, keparat, brengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau bisa juga digunakan untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa) . Kita cari kamus lain yang lebih tua.
Pertama kata dasarnya : ancuk (mungkin cuk) . Mengapa kata dasarnya bukan jancuk itu sendiri? Karena kita mengenal banyak versi : dancuk, hancuk, ancuk, diancuk, cuk. Belum lagi versi o nya : dacok, jancok, ancok dll. Banyaknya versi ini dengan sendirinya memberi kata dasarnya secara jelas. Dengan dua kata dasar ini kita telusuri kamus kuno. Kamus kuno akan membongkar kisah fiksi seputar kata jancuk yang muncul.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) menulis : ancuk (kata kerja) , mengancuk - bersetubuh (istilah kasar).
Buku Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939) menulis : ngancug, ngancuk: = nyanggama; ancug, ancuk. Kata ini merupakan kata lokal yang tidak di pakai di daerah Solo.
Kamus yang lebih tua lagi mencatat hal yang menarik! Kamus Melayu Inggris karya John Crawfurd (1852) : Anchok adalah kata lokal Batavia yang bermakna menusuk. Satu kata sebelumnya Amput bermakna membogem, meninju dan bersenggama. Kamus yang sama mencatat kata Chuki, Amput, Antam, Satubah bermakna bersenggama. Jadi Anchok secara kolokial juga bermakna penetrasi alias bersetubuh.
Kamus Melayu yang lebih tua lagi tahun 1812 karya William Marsden mencatat : Satuboh, amput, jimah = bersenggama. Kamus yang sama mencatat kata lain kachuk, kachu yang bermakna campur aduk misalnya ruangan itu berisi beragam etnis orang = orang kachuk-kachukan. Uniknya kata kachuk berkonotasi bersetubuh jika dipakai untuk konteks kalimat yang lain. Ini menunjukkan kolokial yang dikenal orang lokal dan tidak ditangkap orang yang baru belajar bahasa Melayu (termasuk kita yang dari generasi lain dalam melihat bahasa Melayu kuno). Contohnya: Maka naga itupun mengachuk dirinya : ular naga itu bergeliat-geliat (seperti juga dalam Gali Kata STD berjudul Buaya- Bajul yang lalu, juga dipakai untuk konotasi bersenggama).
Dari dua kamus tua terakhir kita dapat menyimpulkan kata ancuk dalam bahasa Jawa kuno tidak ada. Kamus Kawi Zoetmulder maupun kamus Clark Horne (1974) tidak mencantumkan kata ini dan Poerwadarminta (1939) menulis kata ini tidak ada di kosa kata Solo. Kata Jawa Kuno untuk bersetubuh adalah Sanggama yang diserap dari Sansekerta dan maknanya sangat halus : selain bersetubuh juga bermakna pergaulan sosial, persahabatan, penyatuan.
Kata ancuk justru dideteksi dalam kosa kata Melayu yang menjadi lingua franca, bahasa para pelaut atau pesisir dalam hal ini Batavia seperti tercatat oleh Crawfurd (1852) dan Surabaya yang pernah menjadi pelabuhan paling ramai di Nusantara. Perlu dicatat di sini kamus Marsden dan Crawfurd berjudul Kamus Melayu namun konteks dalam benak mereka adalah kepulauan Melayu dengan dua bahasa utamanya Jawa dan Melayu, sehingga kamus mereka juga dokumentasi kamus Jawa bercampur Melayu.
Kata chuki, Kachuk, anchuk merupakan kata leluhur jancuk. Jauh sebelum kata sudanco (1942) dan yantye ook yang populer 1930an. Asal usul ini Lebih meyakinkan daripada asal usul versi Arab maupun kependekan Marijan Ngencuk yang serasa dibuat-buat (mungkin pembuat cerita asal usul ini orang Plemahan smile emotikon.
Dunia pelaut adalah dunia petualangan, perdagangan sekaligus dunia seks. Yang dipikirkan pelaut selama di laut maupun setelah mendarat adalah seks. Menurut hemat STD kata jancuk merupakan modifikasi orang Surabaya untuk kata populer di dunia pelaut. Tidak heran jika kata ini dikenal di pelabuhan-pelabuhan besar kepulauan Nusantara.
Beberapa literatur mencatat semangat seksual para pelaut yang tiba di Surabaya dan tidak heran tempat prostitusi kuno berada di sekitar Jembatan Petekan (benteng Prins Hendrik) dan Kembang Jepun- Jembatan Merah. "Kapten pigi ngencuk, besok baru balik" atau selama di kapal setiap kali menghadapi masalah "ancuk, kapan ndarat...". Bagi sesama pelaut "muka ancukan".
Sebagai bonus jelajah Gali Kata STD ini, Tjaraka menemukan penjelasan kata lain yang juga populer di Surabaya : Diamput, jamput, hamput, amput. Selama ini dianggap versi lain dari jancuk dan memang sesungguhnya maknanya sama. Bedanya selain sama-sama bermakna penetrasi, diamput juga bisa bermakna di bogem.
Foto KITLV
-Tjaraka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda tentang tulisan ini.....