Senin, 03 Agustus 2015

Tragedi Tolikara: Intoleransi, Keterlibatan Asing dan Separatisme

Hello Historian......
Pada hari Jumat 17 Juli pagi sekitar jam 7 WIT sekelompok massa menyerang umat Islam yang tengah melaksanakan shalat Idul Fitri 1436 H di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Massa terus merangsek hendak membubarkan shalat Id. Meski sudah dihalau oleh aparat keamanan, massa tetap menyerang bahkan kemudian membakar kios-kios milik warga Muslim. Akhirnya, mereka pun membakar masjid dan rumah-rumah warga Muslim.
Terkait tragedi itu, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai yaitu: intoleransi atas umat Islam, keterlibatan asing dan separatisme.
Intoleransi

Istilah “Islam Nusantara” Salah-Kaprah

Hello Historian......
Istilah “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” belakangan mencuat di masyarakat. Meski bukan istilah yang sama sekali baru, istilah tersebut cukup menuai kontroversi seiring kontroversi tilawah al-Quran di Istana Negara dengan menggunakan langgam Jawa beberapa waktu lalu.
Bagaimana sebetulnya kita mendudukkan istilah tersebut menurut Islam? Apakah istilah itu sesuai atau bertentangan dengan Islam? Apakah gagasan “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” itu penting dan maslahat untuk umat ataukah justru tidak penting dan bahkan berbahaya? Jika memang berbahaya, di mana letak bahayanya?
Untuk memahami secara lebih jernih bagaimana sikap kita seharusnya dalam merespon istilah dan gagasan “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia, dalam rubrik Hiwar kali ini, Redaksi mewawancarai KH Mushtafa Ali Murtadlo dari Lajnah Khusus Ulama (LKU) DPP Hizbut Tahrir Indonesia. Berikut pandangannya.
Belakangan mengemuka gagasan untuk mengembangkan corak “Islam Nusantara”. Bagaimana menurut Kiai?

Hanya Satu Islam...Tidak ada istilah Islam A atau Islam B

Hello Historian......
Wacana “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia”, yang kini digembar-gemborkan kalangan elit intelektual, birokrat Kemenag, politisi dan sejumlah tokoh ormas Islam sesungguhnya dibangun oleh paradigma Barat dalam melihat Islam, namun dibuat seolah-olah pemikiran orisinil Indonesia.
Oleh Azyumardi Azra, Islam Nusantara didefinisikan sebagai Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia (http://fah.uinjkt.ac.id).
Sederhananya, menurut Ketum PBNU KH Said Aqil Siraj, Islam Nusantara adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya dan adat-istiadat di Tanah Air. Konsep Islam Nusantara mensinergikan ajaran Islam dengan adat-istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia (Republika Online, 10/3/2015).