Hello Historian......
Bagaimana sejarah kata gedang (pisang), apakah benar dari bahasa Belanda "god dank = terima kasih tuhan"? Apa yang bisa disimpulkan dari informasi tambahan gedang = payudara di Pekalongan, gedang = pepaya di Sunda.
Jauh sebelum Belanda datang, kata gedang maupun pisang sudah di kenal dalam bahasa Jawa. Khusus pisang juga dipakai di Melayu bahkan sampai di Afrika Selatan (piesang) - ingat banyak orang Jawa dibuang ke Afrika Selatan pada jaman VOC.
Bukti sastra Jawa kuno: kata pisang ada di Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa yang ditulis antara tahun 1028-1035 Masehi di era Airlangga.Kata gedang lebih muda, ditemukan di kitab Sumanasāntaka karya Mpu Monaguna di era Kertajaya Kediri. Ditulis tahun 1126 Masehi. (Dapat dilihat di karya Zoetmulder, Kamus Jawa Kuna- Indonesia). Jadi dugaan turunan dari kata Belanda gugur dengan sendirinya.
Kita tidak tahu mana yang lebih tua pisang atau gedang. Uniknya kamus Melayu Marsden (1812) maupun Crawfurd (1852) tidak mengenal kata gedang. Yang ada hanya pisang. Apakah Crawfurd yang pernah jadi Residen Yogyakarta semasa Inggris di Jawa tidak pernah mendengar kata gedang? Ataukah kata gedang memiliki riwayat yang lebih unik dari pisang? Mengapa kata gedang yang setua pisang tidak masuk ke bahasa Melayu atau ke bahasa Indonesia?
Tjaraka menemukan catatan sejarah yang unik dengan membandingkan kamus-kamus yang ada, kisah menyebarnya pohon pisang di dunia dan hebohnya orang Eropa ketika pertama kali melihat bentuk pisang.
Dalam novel unik karya Jeanette Winterson "Sexing theCherry" (1989) yang merupakan blending sapuan sejarah dan fiksi postmodern, terdapat kisah hebohnya orang-orang London ketika pertama kali melihat buah pisang. Bentuknya yang mirip "sesuatu" itu tidak terbayangkan jika dimakan perempuan baik-baik atau oleh pria yang bukan kanibal. Ketika dijelaskan oleh Thomas Johnson sang herbalis (tokoh sejarah beneran) yang membawa buah itu dari Bermuda : buah ini di"pelorot" kulitnya dan dimakan, mereka tidak percaya dan berpikiran ngeres.
Tanpa kisah olahan Winterson diatas, kita pun saat ini mengakui atau tidak, kadang melihat buah pisang dengan pikiran ngeres. Jika kita selidiki asal usul pohon pisang yang berasal di Papua, maka pisang pun pernah jadi buah baru di Jawa atau di kepulauan Melayu. Hebohnya orang Eropa juga pastit terjadi di Jawa atau dimanapun yang belum pernah melihat buah pisang sebelumnya.
Sementara itu, kata gedang sendiri saat ini masih survive dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) dengan makna besar (seperti variasi kata gadang di rumah gadang Minangkabau, gedong = rumah batu besar dan gudang). Gedang = besar, menggedangkan = membesarkan. Bukan dalam makna pisang.
Maka tidak heran jika benak umat manusia yang dari dulu hingga sekarang berkisar antara makan (bertahan hidup) -seks (beranak-pinak), memakai kata gedang untuk menjelaskan "itu" yang besar. "Itu" yang besar = gedang= pisang. Jika di Jawa "itu" adalah pria maka di Sunda dan Pekalongan rupanya itu adalah pepaya yang mewakili payudara (besar).
Bagaimana kita tahu pisang bukan pohon asli Jawa? Penelitian phytoliths dalam arkeologi membuktikan hal tersebut. Mengingat tanaman adalah benda organik yang tidak bisa bertahan seperti batu, bagaimana bisa tahu Papua telah menanam pisang sejak 5000 SM? bahwa pisang sudah sampai di India dan Pakistan 3000 SM (pasti lewat perairan Jawa) dan juga telah sampai di Afrika 3000 SM! Rupanya perairan Melayu sudah ramai jauh sebelum era eksplorasi , jauh sebelum pelayaran China maupun India. Dengan penelitian phytoliths ini kita tahu Sorgum dan Millet yang aslinya dari Afrika sudah tiba di Korea 1400 SM ! Apa itu phytolith?
Setiap tanaman ketika hidup akan meninggalkan mineral phytoliths (harafiahnya batu tanaman / plant stone) yang khas ibarat sidik jari. Jauh setelah tanaman mati atau dicabut dari tanam tempat tumbuhnya, phytholiths yang tertinggal bisa menjadi semacam teknik carbon dating. Singkat kata di sebuah lahan, kita bisa mendeteksi tanaman apa saja yang pernah tumbuh disitu.
Bayangkan hebohnya orang Jawa ketika pertama kali melihat pisang. Kita tidak tahu riwayat kata pisang lebih dalam, namun jika benar gedang adalah panggilan buah yang mirip "itu" besar, maka kata gedang bisa jadi lebih tua dari kata pisang. Tapi kapankah itu?
Literatur berbahasa Jawa kuno yang tertua adalah Kakawin Ramayana, diperkirakan paling tua ditulis di era Mpu Sendok (930 Masehi, masih di era Jawa Tengah). Di adegan Hanuman berkunjung ke Gunung Menaka, dia disuguhi jambu, duryan, poh (mangga), manggis, kacapi(buah sentul), limo (jeruk), limus (timun? Sejenis mangga?), kapundung, langseb, duwet (Ramayaya 8.10, dikutip Zoetmulder dalam bukunya Kalangwan hal 196). Tidak ada pisang ataupun gedhang disitu.
Kita tidak bisa menyimpulkan tidak ada pisang atau gedhang saat Ramayana ditulis. Tapi kita bisa menduga pisang atau gedang tidak banyak tersedia sebanyak buah-buah lokal yang disebutkan diatas. Atau buah pisang dianggap berkonotasi "ngeres" dijaman itu sehingga tidak dimasukan dalam suguhan buat Hanoman. Disini kita perlu melihat meskipun kisahnya India, Ramayana Jawa diadaptasi dengan apa yang dilihat penulisnya di Jawa.
Satu pertanyaan masih menggantung dari ulassang / galian Tjaraka diatas, karena dokumen Ramayana, Sumanasāntaka , Arjunawiwaha dan hampir semua kitab Jawa yang ditemukan dan dipertahankan dalam tradisi Bali telah melalui proses salin ulang hingga sampai ketangan kita, mungkinkah kata-kata baru (pisang, gedang) menyusup masuk kesitu dan kita anggap setua naskah aslinya yang sudah hancur bahannya?
Tjaraka telah membawa kita berwisata dengan sebuah kata, kembali dari awan-awan, paling tidak kita tahu pisang dan gedang adalah kata asli Jawa, bukan impor !
-Tjaraka
NB: Buat Sas Ongko, De Mas Wien ZA, Misbakhul Munir, Fathonil M Aziz, Nur Fitriah Abidin dan Nopek Tjantik dari Tjaraka (pengasuh Gali Kata STD)
Bagaimana sejarah kata gedang (pisang), apakah benar dari bahasa Belanda "god dank = terima kasih tuhan"? Apa yang bisa disimpulkan dari informasi tambahan gedang = payudara di Pekalongan, gedang = pepaya di Sunda.
Jauh sebelum Belanda datang, kata gedang maupun pisang sudah di kenal dalam bahasa Jawa. Khusus pisang juga dipakai di Melayu bahkan sampai di Afrika Selatan (piesang) - ingat banyak orang Jawa dibuang ke Afrika Selatan pada jaman VOC.
Bukti sastra Jawa kuno: kata pisang ada di Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa yang ditulis antara tahun 1028-1035 Masehi di era Airlangga.Kata gedang lebih muda, ditemukan di kitab Sumanasāntaka karya Mpu Monaguna di era Kertajaya Kediri. Ditulis tahun 1126 Masehi. (Dapat dilihat di karya Zoetmulder, Kamus Jawa Kuna- Indonesia). Jadi dugaan turunan dari kata Belanda gugur dengan sendirinya.
Kita tidak tahu mana yang lebih tua pisang atau gedang. Uniknya kamus Melayu Marsden (1812) maupun Crawfurd (1852) tidak mengenal kata gedang. Yang ada hanya pisang. Apakah Crawfurd yang pernah jadi Residen Yogyakarta semasa Inggris di Jawa tidak pernah mendengar kata gedang? Ataukah kata gedang memiliki riwayat yang lebih unik dari pisang? Mengapa kata gedang yang setua pisang tidak masuk ke bahasa Melayu atau ke bahasa Indonesia?
Tjaraka menemukan catatan sejarah yang unik dengan membandingkan kamus-kamus yang ada, kisah menyebarnya pohon pisang di dunia dan hebohnya orang Eropa ketika pertama kali melihat bentuk pisang.
Dalam novel unik karya Jeanette Winterson "Sexing theCherry" (1989) yang merupakan blending sapuan sejarah dan fiksi postmodern, terdapat kisah hebohnya orang-orang London ketika pertama kali melihat buah pisang. Bentuknya yang mirip "sesuatu" itu tidak terbayangkan jika dimakan perempuan baik-baik atau oleh pria yang bukan kanibal. Ketika dijelaskan oleh Thomas Johnson sang herbalis (tokoh sejarah beneran) yang membawa buah itu dari Bermuda : buah ini di"pelorot" kulitnya dan dimakan, mereka tidak percaya dan berpikiran ngeres.
Tanpa kisah olahan Winterson diatas, kita pun saat ini mengakui atau tidak, kadang melihat buah pisang dengan pikiran ngeres. Jika kita selidiki asal usul pohon pisang yang berasal di Papua, maka pisang pun pernah jadi buah baru di Jawa atau di kepulauan Melayu. Hebohnya orang Eropa juga pastit terjadi di Jawa atau dimanapun yang belum pernah melihat buah pisang sebelumnya.
Sementara itu, kata gedang sendiri saat ini masih survive dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) dengan makna besar (seperti variasi kata gadang di rumah gadang Minangkabau, gedong = rumah batu besar dan gudang). Gedang = besar, menggedangkan = membesarkan. Bukan dalam makna pisang.
Maka tidak heran jika benak umat manusia yang dari dulu hingga sekarang berkisar antara makan (bertahan hidup) -seks (beranak-pinak), memakai kata gedang untuk menjelaskan "itu" yang besar. "Itu" yang besar = gedang= pisang. Jika di Jawa "itu" adalah pria maka di Sunda dan Pekalongan rupanya itu adalah pepaya yang mewakili payudara (besar).
Bagaimana kita tahu pisang bukan pohon asli Jawa? Penelitian phytoliths dalam arkeologi membuktikan hal tersebut. Mengingat tanaman adalah benda organik yang tidak bisa bertahan seperti batu, bagaimana bisa tahu Papua telah menanam pisang sejak 5000 SM? bahwa pisang sudah sampai di India dan Pakistan 3000 SM (pasti lewat perairan Jawa) dan juga telah sampai di Afrika 3000 SM! Rupanya perairan Melayu sudah ramai jauh sebelum era eksplorasi , jauh sebelum pelayaran China maupun India. Dengan penelitian phytoliths ini kita tahu Sorgum dan Millet yang aslinya dari Afrika sudah tiba di Korea 1400 SM ! Apa itu phytolith?
Setiap tanaman ketika hidup akan meninggalkan mineral phytoliths (harafiahnya batu tanaman / plant stone) yang khas ibarat sidik jari. Jauh setelah tanaman mati atau dicabut dari tanam tempat tumbuhnya, phytholiths yang tertinggal bisa menjadi semacam teknik carbon dating. Singkat kata di sebuah lahan, kita bisa mendeteksi tanaman apa saja yang pernah tumbuh disitu.
Bayangkan hebohnya orang Jawa ketika pertama kali melihat pisang. Kita tidak tahu riwayat kata pisang lebih dalam, namun jika benar gedang adalah panggilan buah yang mirip "itu" besar, maka kata gedang bisa jadi lebih tua dari kata pisang. Tapi kapankah itu?
Literatur berbahasa Jawa kuno yang tertua adalah Kakawin Ramayana, diperkirakan paling tua ditulis di era Mpu Sendok (930 Masehi, masih di era Jawa Tengah). Di adegan Hanuman berkunjung ke Gunung Menaka, dia disuguhi jambu, duryan, poh (mangga), manggis, kacapi(buah sentul), limo (jeruk), limus (timun? Sejenis mangga?), kapundung, langseb, duwet (Ramayaya 8.10, dikutip Zoetmulder dalam bukunya Kalangwan hal 196). Tidak ada pisang ataupun gedhang disitu.
Kita tidak bisa menyimpulkan tidak ada pisang atau gedhang saat Ramayana ditulis. Tapi kita bisa menduga pisang atau gedang tidak banyak tersedia sebanyak buah-buah lokal yang disebutkan diatas. Atau buah pisang dianggap berkonotasi "ngeres" dijaman itu sehingga tidak dimasukan dalam suguhan buat Hanoman. Disini kita perlu melihat meskipun kisahnya India, Ramayana Jawa diadaptasi dengan apa yang dilihat penulisnya di Jawa.
Satu pertanyaan masih menggantung dari ulassang / galian Tjaraka diatas, karena dokumen Ramayana, Sumanasāntaka , Arjunawiwaha dan hampir semua kitab Jawa yang ditemukan dan dipertahankan dalam tradisi Bali telah melalui proses salin ulang hingga sampai ketangan kita, mungkinkah kata-kata baru (pisang, gedang) menyusup masuk kesitu dan kita anggap setua naskah aslinya yang sudah hancur bahannya?
Tjaraka telah membawa kita berwisata dengan sebuah kata, kembali dari awan-awan, paling tidak kita tahu pisang dan gedang adalah kata asli Jawa, bukan impor !
-Tjaraka
NB: Buat Sas Ongko, De Mas Wien ZA, Misbakhul Munir, Fathonil M Aziz, Nur Fitriah Abidin dan Nopek Tjantik dari Tjaraka (pengasuh Gali Kata STD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda tentang tulisan ini.....