Hello Historian......
Lukisan eksekusi mati Trunojoyo dari Madura oleh Raja Mataram Amangkurat II di Payak Bantul, 2 Januari 1680.
Putra mahkota Mataram Pangeran Adipati Anom, tengah diliputi resah atas kabar statusnya akan diganti, saat ia minta bantuan Trunojoyo untuk mendongkel ayahnya, Amangkurat I. Trunojoyo ini cucu Cakraningrat I, penguasa Madura. Ia membenci Mataram yang dianggapnya menjajah Madura.
Mataram menaklukkan Madura pada 1624, masa Sultan Agung - yang menguasai sebagian besar Jawa. Upaya kudeta Trunojoyo dimulai dengan menculik dan mengasingkan penguasa Madura Cakraningrat II ke Kediri. Trunojoyo lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai raja Madura pada 1674.
Mataram menaklukkan Madura pada 1624, masa Sultan Agung - yang menguasai sebagian besar Jawa. Upaya kudeta Trunojoyo dimulai dengan menculik dan mengasingkan penguasa Madura Cakraningrat II ke Kediri. Trunojoyo lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai raja Madura pada 1674.
Setelah Madura, Trunojoyo merebut wilayah kekuasaan Mataram di sekitarnya yaitu Surabaya, Tuban, terus merangsek ke barat. Upayanya ini mendapat bantuan Karaeng Galesong dari Makassar yang lari setelah Gowa diserbu VOC, 1669. Ia juga disokong tokoh-tokoh yang tidak menyukai [raja] Mataram.
Banten yang tak akur dengan Mataram pun ikut turun membantu. Sepanjang pantai utara Jawa dari Surabaya hingga Cirebon sudah diduduki Trunojoyo pada 1676. Di lain pihak, inisiator pemberontakan, Pangeran Adipati Anom, malahan keder dan berbalik membela ayahnya.
Anak beranak tersebut memutuskan mengungsi ke barat begitu pasukan Trunojoyo bergerak mendekati ibu kota Mataram di Plered. Istana yang kosong direbut dengan mudah, pada Juni-Juli 1677. Sementara Amungkurat I yang sudah sakit meninggal di wilayah Tegalarum, Tegal.
Anak beranak tersebut memutuskan mengungsi ke barat begitu pasukan Trunojoyo bergerak mendekati ibu kota Mataram di Plered. Istana yang kosong direbut dengan mudah, pada Juni-Juli 1677. Sementara Amungkurat I yang sudah sakit meninggal di wilayah Tegalarum, Tegal.
Mangkatnya Amangkurat I ini meninggalkan wasiat untuk meminta bantuan Kompeni. Jadilah sang putra menjadi Amangkurat II dan pergi ke Jepara untuk menemui VOC. Hasilnya adalah penanda-tanganan kontrak politik Mataram-VOC yang seketika mengubah sejarah Jawa.
VOC, diwakili Cornelis Speelman, menyiapkan kontrak yang isinya bantuan akan diberikan dengan balas jasa berupa : 1. daerah antara Untung Jawa dan Krawang dimasukkan ke pengawasan Kompeni. 2. Tanah sebelah timur Krawang sampai sungai Pemanukan diserahkan ke Kompeni. 3. Pengakuan hutang sebanyak 250 ribu real Spanyol, 3000 koyan beras, bantuan 20.000 real/bulan sejak Juli 1677. Sampai semua lunas, pelabuhan dari Karawang ke timur digadaikan ke Kompeni. 4. VOC memegang monopoli impor kain cita dan candu di Jawa. 20 Oktober 1677. Kontrak kemudian ditandatangani.
Dibantu oleh 5 buah kapal berisi pasukan, termasuk pasukan Arung Palakka dari Bone, Trunojoyo segera dapat dilibas. Dikomandoi oleh Kapten Jonker, Trunojoyo terus didesak menjauhi pusat pertahanannya di Surabaya. Desember 1679, Trunojoyo terkepung dan menyerahkan diri di lereng utara Gunung Kelud. Trunijoyo terus dibawa ke Plered.
Akhir nasib Trunojoyo di ujung keris Kyai Blabar digambarkan pada lukisan eksekusi mati oleh Raja Mataram, Amangkurat II di Payak Bantul tanggal 2 Januari 1680 yang dilukis pada tahun 1890, tetapi tak diketahui siapa pelukisnya. Istrinya, Kleting Kuning dan Kleting Wungu, terisak di punggung Trunojoyo.. Jonker dan seorang lain, Couper, menyaksikan. Gagak-gagak liar beterbangan sebagai tanda adanya kematian.
Amangkurat II membangun istana baru dengan membuka hutan Wanakerta yang kemudian dinamai Kartasura. Nama julukannya adalah Sunan Amral [admiral] karena suka berbusana militer. Dengan berkuasanya Amangkurat II yang penuh dengan intrik dan konflik, menandai masuknya pengaruh VOC hingga mangkat pada tahun 1703.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda tentang tulisan ini.....