Hello Historian......
Surabaya dikenal sebagai kota pahlawan.
Beragam peristiwa heroik yang pernah terjadi di kota ini merupakan
alasannya. Salah satu peristiwa yang terkenal adalah peristiwa 10
November 1945, di mana pada saat itu para pejuang Indonesia dengan gagah
berani melawan penjajah. Hampir semua bagian kota Surabaya menjadi
saksi perjuangan para pahlawan kita. Sekitar lima puluh situs yang saat
ini tercatat sebagai bangunan atau tempat bersejarah. Di tempat-tempat
tersebut didirikan pula monumen yang bertujuan mengenang jasa mereka.
Jika berkunjung ke kota Surabaya, sempatkan diri berwisata sejarah guna
bersantai sambil menambah pengetahuan.
Heroisme di Monumen Tugu Pahlawan
Jika hendak ber-historical trip di
Surabaya ada baiknya memulai dengan obyek yang terkenal lebih dahulu.
Salah satu obyek itu adalah Tugu Pahlawan. Tugu pahlawan memang sudah
terkenal ke penjuru negeri. Seolah menjadi simbol kota Surabaya.
Bangunan yang dibangun enam tahun setelah 10 November 1945 ini memiliki
tinggi sekitar 40 meter dengan bentuk menyerupai pensil. Ketenaran tugu
ini pernah disebut-sebut sebagai tugu termegah kedua, setelah Tugu Monas
di Jakarta.
Tugu ini berdiri di atas lahan seluas 2,5
hektar dan berada dalam kompleks Monumen Tugu Pahlawan yang diresmikan
langsung oleh Presiden Republik Indonesia waktu itu, Ir. Soekarno, serta
didampingi oleh Walikota Surabaya, R Moestadjab Soemowidigo. Letaknya
yang strategis di jantung kota Surabaya, yakni di Jalan Pahlawan,
membuat tugu ini mudah sekali ditemui.
Di Pintu kompleks monumen, pengunjung
akan disambut oleh tampilan dua gapura berwarna emas yang unik. Memasuki
kawasan tempat parkir monumen, pengunjung bisa menyaksikan cuplikan
perkembangan kota Surabaya dari dahulu hingga sekarang melalui relief
yang terpasang di sana. Di pintu masuk utama yang menuju Tugu Pahlawan,
terdapat sebuah patung proklamasi. Meski moment proklamasi tidak
berlangsung di kota Surabaya, pernyataan kemerdekaan itulah yang menjadi
penyemangat para pahlawan berjuang bagi kemenangan bumi Indonesia, maka
tidak heran patung ini didirikan. Selain itu patung tersebut bisa
menjadi media untuk menjaga semangat para pengunjung akan detik-detik
ketika kemerdekaan Indonesia dicanangkan.
Di dalam areal Tugu Pahlawan, pengunjung
dapat sepuasnya memandangi tugu sambil mengabadikan diri dengan penuh
keceriaan. Ditambah lagi keberadaan taman yang mengililingi tugu,
menjadikan pengambilan moment diri menjadi lebih indah. Jika semangat historical trip
serasa terhenti ketika melihat tugu, pulihkan kembali dengan mengunjugi
museum yang di sana. Museum di kompleks ini cukup unik. Sepintas
terlihat seperti piramida kecil di kanan dan kiri tugu. Namun jika
diperhatikan secara seksama, pintu masuk museum mengarah ke bawah tanah.
Sehingga keberadaannya jarang diketahui khalayak, terutama bagi mereka
yang belum pernah menginjakkan kaki di bumi Surabaya. Museum memang
sengaja dibangun di bawah tanah, tujuannya mungkin efisiensi lahan
mengingat disekitar kompleks monumen telah berdiri sederet perkantoran
dan pusat bisnis, sehingga tidak ada lahan untuk membangun museum di
luar kompleks.
Di dalam museum pengunjung bisa menikmati
wisata bersejarah sepuasnya. Bangunan yang dibangun tahun 2000 ini
memiliki sejumlah koleksi senjata yang digunakan pada peritiwa 10
November 1945. Ada juga peta-peta yang menggambarkan invasi tentara
Tar-Tar ke Hujung Galuh, beberapa peninggalan milik Bung Tomo, bendera
laskar pejuang ketika pertempuran bersejarah terjadi, dan peta maket
Surabaya pada tahun 1945 lengkap dengan system pencahayaan dan detector
asap. Ditambah dengan keberadaan ruang Auditorium Visual untuk
menyaksikan film dokumenter tentang Pertempuran 10 November 1945
berdurasi 25 menit yang diputar enam kali sehari. Dan masih banyak lagi.
Sungguh tempat yang cocok bagi mereka yang haus ilmu pengetahuan
sekaligus hiburan.
Sebelum dibangun kompleks Monumen Tugu
Pahlawan, lahan seluas 2,5 hektar itu merupakan Kantor Raad Van Justitie
atau Gedung Pengadilan Tinggi semasa penjajahan Belanda.
Bangunan Sekitar Tugu Pahlawan
Sekitar kompleks monumen terdapat
beberapa situs bersejarah lainnya. Di utara tugu terdapat bekas rel
kereta api yang menjadi salah satu tempat berdarah paling mengerikan di
masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tidak jauh dari
situ, terdapat kantor megah berwarna putih yang dihiasi menara jam yang
cukup besar. Dahulu bangunan itu merupakan bangunan milik Belanda
sebagai salah satu istana mereka. Saat ini gedung tersebut digunakan
sebagai Kantor Gubernut Jawa Timur.
Kesaksian Jembatan Merah
Selanjutnya, perjalanan bisa dilanjutkan
menuju Jembatan Merah Surabaya. Dahulu Jembatan Merah merupakan pusat
kota Surabaya. Sekitarnya menjadi tempat singgah para pedagang asing
dari beragam etnis. Pada masa pendudukan Belanda, dibagilah daerah
pemukiman khusus Arab, China, dan negara-negara Eropa.
Kembalinya sekutu di pertengahan tahun
1945 turut mempengaruhi penduduk Jembatan Merah dan sekitarnya. Terjadi
pertempuran berdarah di sekitar Jembatan Merah hingga sekitar Gedung
Istana (saat ini Kantor Gubernur Jawa Timur).
Akhir Oktober, Markas besar sekutu di
seberang Jembatan Merah, Gedung Internatio, dikepung arek-arek Surabaya.
Mereka menuntut sekutu untuk mundur hingga ke Tanjung Perak. Namun hal
ini tidak segera ditanggapi sekutu. Rakyat pun marah hingga terjadi
peristiwa tembak-menembak yang menewaskan pimpinan besar sekutu, AWS.
Mallaby, tidak jauh dari Jembatan Merah.
Bertahun-tahun kemudian dibangun Monumen
Jembatan Merah di barat Jembatan Merah sebagai wujud penghargaan
terhadap para pejuang. Sayang kemegahan monumen tersebut digeser oleh
kehadiran sebuah pusat perbelanjaan modern yang terletak persis di
belakang monumen.
Selain itu, Jembatan Merah juga menjadi
saksi sejumlah peristiwa penting. Misalnya perkembangan daerah pecinan
di timur jembatan, aksi “bersih-bersih” pemkot terhadap para pemukim
liar di sepanjang sungai yang mengalir di bawah jembatan.
Meski menjadi salah satu historical place,
keberadaan Jembatan Merah kurang mendapat perhatian dari pemerintah
kota dan warga. Ini terlihat dari perilaku masyarakat sekitar yang
sekedar lalu lalang di sana. Arsitektur modern telah menggantikan
suasana di sana. Gedung-gedung penting sekitar jembatan telah berubah
menjadi pusat bisnis.
Tragedi Penyobekan Bendera
Kembalinya sekutu ke Indonesia, khususnya
Surabaya, disambut amat pedas oleh arek-arek Surabaya. Ditambah lagi
perilaku para anggota sekutu. Ketika itu tanggal 19 September 1945,
tiang bendera di kanan gedung Hotel Yamato/Oranye mengibarkan
Merah-Putih-Biru. Hal ini tentunya membuat pemuda Surabaya marah besar.
Setelah melalui cara persuasif tidak berhasil, akhirnya beberapa orang nekad
memanjat dan menyobek warna biru pada bendera tersebut, sambil
berteriak “MERDEKA! MERDEKA!” . Tindakan heroik tersebut dibalas
tembakan oleh sekutu, empat pemuda tewas ketika itu: Sidik, Mulyadi,
Hariono dan Mulyono. Semenjak itu, Hotel Yamato menjadi saksi semangat
nasionalisme pemuda Indonesia di tahun 1940-an. Membuatnya menjadi salah
satu situs sejarah yang penting.
Saat ini Hotel Yamato berubah nama
menjadi Hotel Majapahit. Sepintas arsitektur peninggalan masa penjajahan
tetap dipertahankan. Hanya saja nampak lebih modern dengan penghijauan
di sana-sini serta pewarnaan gedung yang indah. Keindahan boleh jadi
mempesona. Jangan biarkan keindahan merubah “warna” yang dulu melekat
padanya. Apalagi semangat nasionalisme pemuda di era 1940-an menjadi
luntur termakan zaman. Jika berkunjung ke Surabaya, sempatkan
mengunjungi Hotel Majapahit dan resapi sebuah warna yang pernah ada di
sana.
Monumen-monumen lain
Selain kedua monumen di atas, masih
banyak monumen-monumen yang dibangun. Misalnya Patung Bambu Runcing yang
terletak di kawasan Jalan Pemuda. Bambu Runcing membawa peran penting
di masa penjajahan, sebab bambu runcing merupakan alat satu-satunya yang
dimiliki para pejuang Indonesia. Dengan alat itu para pejuang berhasil
mengalahkan penjajah. Ada juga patung-patung para tokoh penting, sebut
saja Bung Tomo yang pernah menjadi pemimpin perjuangan Arek-arek
Surabaya, Jendral Soedirman, mantan Gubernur Jawa Timur RM. Suryo, dan
lain-lain.
Beberapa situs di atas hanya sedikit
dari puluhan situs lain yang ada di Surabaya yang masih eksis hingga
sekarang, walau peminat akan historical places mulai menurun.
Keutuhan dan kelestarian situs-situs bersejarah di sana nampaknya
diwujudkan sebagai tanggung jawab diterimanya julukan Surabaya Kota
Pahlawan. Suatu perilaku yang patut dicontoh kota-kota lain di
Nusantara. Tentunya disertai dengan penanaman nilai ke-Indonesia-an
serta wawasan lokal bagi seluruh warga masing-masing, agar obyek
tersebut tidak punah ditinggal peminatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda tentang tulisan ini.....